A.
Definisi
-
Benigna prostaat hiperplasi (BPH) adalah pembesaran
secara progresif dari kelenjar prostaat (secara umum pada pria lebih dari 50
tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Doenges, 2000).
-
Benigna prostaat hiperplasi (BPH) adalah pembesaran
prostaat yang menyumbat uretra, menyebabkan gangguan urinarius (Sandra M.
Nettina, 2002).
B.
Etiologi
Sampai saat ini, etiologi benigna prostaat hiperplasi belum diketahui
secara pasti penyebab terjadi. Tetapi hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi
prostaat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrostesteron (DTH) dan
proses aging (menjadi tua) (Arief Mansjoer, 2000).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi
prostaat adalah :
- Adanya perubahan keseimbangan antara hormone
testosterone dan estrogen pada usia lanjut.
- Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan
stroma kelenjar prostaat.
- Meningkatkannya
lama hidup sel-sel prostaat karena berkurangnya sel yang mati.
- Proliferasi
abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan epitel
kelenjar prostaat menjadi berlebihan.
Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidayat dan
Wim de Jong, 2002
Derajat
|
Colok
Dubur
|
Sisa
Volume Urine
|
I
II
III
IV
|
Penonjolan prostaat, batas atas mudah diraba
Penonjolan prostaat jelas, batas atas dapat
dicapai
Batas atas
prostaat tidak dapat diraba
Batas atas
prostaat tidak dapat diraba
|
< 50 ml
50-100 ml
> 100 ml
retansi urine
total
|
Tanda dan Gejala
-
Frekuensi : sering miksi/ kencing
-
Sering terbangun untuk miksi pada malam hari
-
Perasaan ingin miksi yang mendesak
-
Nyeri pada saat miksi
-
Pancaran urine melemah
-
Rasa tidak puas sehabis miksi
-
Harus mengejan saat miksi
C.
Patofisiologi
Proses pembesaran prostaat ini terjadi secara
perlahan-lahan, sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine, keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meranggang) sehingga terbentuklah
sekula, sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase
kompensasi. Dan apabila berlanjut, maka detrusor akan mengalami kelelahan dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi,
sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan
hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas (Arief Mansjoer, 2000).
Turp mempunyai beberapa kemampuan keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)
:
- Lama operasi lebih singkat
- Tidak
menimbulkan sayatan sehingga resiko infeksi akibat luka dapat diminimalkan
Penyulit Turp
(Doengoes, 2000)
- Selama operasi = perdarahan sindroma turp
- Pasca bedah = perdarahan, infeksi lokal atau sistemik
D.
Manifestasi Klinis
Obstruksi prostaat dapat
menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
(LUTS) terdiri :
1.
Gejala obstruksi
-
Hipertensi
Terjadi karena destrusor
membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
-
Inter-mitensi
Terjadi karena destrator tidak
dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal driobling dan
rasa belum puas sehingga miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak
dalam buli-buli.
-
Nokturia :
Terjadi karena pengosongan urine saat
miksi belum lengkap. Pada saat malam hari, ketegangan otot (tonus) menurun.
Dengan penurunan ketegangan otot sfinofer (tonus) dan masih adanya urin di
dalam buli-buli maka urine akan keluar dengan sendirinya.
-
Frekuensi meningkat
Hal
ini diakibatkan karena belum lengkapnya urine yang keluar pada tiap miksi,
sehingga buli-buli akan cepat penuh kembali dan merangsang untuk miksi,
sehingga interval miksi lebih pendek.
-
Urbensi dan disuria
Sebetulnya
hal ini jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan ditrusor
sehingga kontraksi mengalami involunter.
-
Inkontinensia
Bukan
merupakan gejala yang khas, walaupun berkembangnya penyakit, urine keluar
sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai komplikasi
maksimum, maka tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan
sfingter.
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat otot buli-buli akan mengalami
kelelahan sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi buli-buli biasanya
didahului oleh beberapa faktor pencetus, antara lain :
- Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada
cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan/
minuman yang mengandung diuretika (alkohol, kopi) dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan.
- Masa prostate tiba-tiba membesar yaitu setelah melakukan
aktivitas seksual/ mengalami infeksi prostate akut.
- Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
menurunkan kontraksi otot destrusor/ yang data mempersempit leher
buli-buli, antara lain golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.
b. Gejala pada saluran kemih bagian
atas
Keluhan akibat penyakit hyperplasia
prostate pada saluran kemih atas berupa gejala obstruksi antar lain nyeri
pinggang, adanya benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis) atau
demam yang merupakan tanda dari infeksi/ urodepsia.
c.
Gejala di luar saluran kemih
Klien
yang mengalami keluhan adanya herno inguinalis atau hemoroid, sering
diakibatkan mengerjakan saat miksi, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan
intraabnorminal.
Pada
pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang tensi penuh dan teraba masa
kistus di daerah supra simfesis akibat adanya retensi urine kadang-kadang
didapatkan urine yang selalu menetes pertanda dari inkontinensia paradoksa.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Laboratorium
1.
Urinalisa
Warna kuning, coklat gelap, merah gelap, terang (berdarah), penampilan
kerah, pH 7 atau lebih besar (menurunkan infeksi) : adanya bakteri sel darah
putih, sel darah merah mungkin secara mikroskopis.
2.
Sedimen urine
Untuk
mencari kemungkinan adanya proses infeksi/ inflamasi pada saluran kemih.
3.
Kultur urine
Untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus
menentukan sensilifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan,
dapat menunjukkan staphylococcus oureus, proteus, klebsiella, pseudomonas atau
E.60.
4.
Sitologi urine
Untuk
mengesampingkan kanker kandung kemih.
5.
Faal ginjal
Untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
mengenai saluran kemih bagian atas.
6. BUN/ kreatinin, meningkat bila fungsi
ginjal dipengaruhi
7. Asam fosfat serum/ antigen khusus
prostatik
Peningkatan karena pertumbuhan selular dan pengaruh
hormonal pada kanker prostate (dapat mengidentifikasikan metastase tulang).
8.
Sel darah putih (leukosit)
Mungkin
lebih dari 11.000 mengidentifikasikan infeksi bila klien tidak imunosupresi.
9.
Gula darah
Untuk mencari kemungkinan adanya penyakit DM yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli nerogen).
b.
Radiologi
1.
Foto polos abdomen
Untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih adanya batu/ kalkulosa
prostate dan kadang kala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urine yang merupakan tanda dari suatu referensi urine.
2.
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya :
a.
Kelainan pada ginjal maupun urefer berupa hidroureter/
hidronefrosis.
b.
Memperkirakan besarnya kelenjar prostate yang
ditunjukkan oleh adanya identasi prostate (pendesakan buli-buli oleh kelanjar
prostate) atau urefer di sebelah distal yang berbentuk seperti mata kail/
nooked fish.
c.
Penyulit uang terjadi pada buli-buli yaitu adanya
trabekulasi, divertikel atau sekuli buli-buli.
3.
Ultrasonografi transrektal
Digunakan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostate, adanya
kemungkinan pembesaran prostate maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan
biopsi aspirasi prostate menentukan jumlah residu urine, dan mencari kelainan
lain yang mungkin ada di dalam buli-buli, melokalisasi lesi yang tidak
berhubungan dengan BPH.
4. Pemeriksaan derajat obstruksi prostate
dapat diperkirakan dengan cara mengukur :
a.
Residu urine
Jumlah sisa urine setelah miksi, sisa urine ini
dapat ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
b.
Pancaran urine/ flow rate dapat dihitung secara
sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/dt) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran
grafik pancaran urine.
5.
Sistouretrografi berkemih
Digunakan
sebagai pengganti IV P untuk menvisualisasi.
Pengobatan
Tujuan terapi pada klien, hiperplasi
prostate adalah menghilangkan obstruksi pada leher buli-buli. Hal ini
dapat dicapai dengan cara :
a.
Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa
adalah berusaha untuk :
1. Mengurangi resistensi leher buli-buli
dengan obat-obatan golongan alfa bloker (penghambat alfa adrenengik). Alat
penghambat alfa adrenergic adalah fenoksi benzamin dan fentolamin. Golongan
obat ini mempunyai efek sistemik yang merugikan yaitu hipertensi postural.
b.
Operasi
Tindakan operasi ditujukan pada hyperplasia prostate yang sudah
menimbulkan penyakit tertentu, missal : retensi urine, batu saluran kemih
hematari, infeksi saluran kemih, tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi
terbuka/ operasi endourologi transuretra.
1.
Pembedahan terbuka
Teknik operasi prostatektomi terbuka yaitu menggunakan metode dari miliin
yaitu dengan melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropupik
intravesika. Metode Freyer. Melalui pendekatan suprapublik transversika dan
transperineal.
2.
Pembedahan Endourologi, pembedahan cara ini dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Trans Uretial Resection off the
Prostat) atau dengan memakai energi laser yaitu TULP (Trans urethra
laser of the prostate)
Pada pemeriksaan toucher pada tonus (colok dubur) perlu diperhatikan :
1.
Tonus sfinger ani/ refleks bulbokavernosus, untuk
menyingkirkan adanya kelainan buli-buli nerogen.
2.
Mukosa rectum
3. Keadaan prostat antara lain : kemungkinan
adanya modul, krepitasi, konsistensi prostate, simetri antar lobus dan batas
prostat.
Pada pembesaran prostat
benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti merasa ujung hidung,
lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan modul sedangkan pada
karsinoma prostat. Konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan mungkin
diantar lobus prostate tidak semetri.
NURSING CARE
PLAN
1.
Nyeri akut
a.
Definisi
Pengalaman
sensori dan atau emosional tidak mengorganisasikan yang mutasi akibat adanya
desakan jaringan actual atau bacterial serangan nyeri mendadak atau pelan
dengan intensitas ringan sampai berat yang tidak dapat diantisipasi sebelumnya,
berlangsung kurang dari 6 bulan.
b.
Batasan Karakteristik
-
Melaporkan secara verbal tentang adanya nyeri
-
Secara
meningkat melaporkan adanya skala nyeri seperi 0-10 adanya ketidaknyamanan.
-
Adanya respon nonverbal seperti ekspresi wajah kaku.
-
Hasil observasi menunjukkan adanya kehilangan atau
kehilangan atau perasaan kemampuan untuk bergerak melakukan ADL sulit tidur.
-
Tingkah laku yang mengekspresikan merintih, menangis,
gelisah, waspada irritable, nafas panjang keluh kesah.
-
Gerakan
terbatas melindungi atau berhati-hati, seperti gerakan berkurang.
c.
Faktor Penyempit
-
Otot tegang dan kaku
-
Respon otonomi sempit diaphoresis, peningkatan/ penurunan
TB
-
Nadi dilatasi
-
Nafsu makan menurun
-
Sulit tidur
d.
Faktor yang berhubungan
-
Trauma
jaringan dan reflek spasme otot
e.
NOC (Nursing Outcomes Classification)
-
Mencapai level nyaman
-
Mengontrol nyeri
-
Melaporkan nyeri
-
Mengurangi efek nyeri
f.
Kriteria Hasil
Indikator
|
Sering
|
Agak sering
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tidak pernah
|
Klien memahami faktor penyebab nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu menggunakan pencegahan nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu melaporkan tanda-tanda nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien melaporkan adanya
penurunan nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Pengaruh nyeri pada kondisi tubuh
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu menunjukkan
frekuensi nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu mengungkapkan
durasi nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Ekspresi wajah saat nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu melindungi bagian tubuh yang nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu menunjukkan tekanan otot
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Perubahan respirasi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Perubahan nadi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Perubahan tekanan darah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Perubahan ukuran pupil
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Berkeringat saat nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
g.
Nursing Intervention Classification (NIC)
-
Managemen nyeri
-
Managemen terapi obat analgetik
-
Patien control analgetik
-
Pemulihan sedasi
h.
Rencana Tindakan
-
Identifikasi nyeri pada klien melalui pengkajian nyeri
secara teratur, meliputi P,Q,R,S,T.
-
Anjurkan klien untuk melaporkan pengalaman nyeri dan
metode menangani nyeri yang terakhir dilakukan.
-
Identifikasi penyebab nyeri hebat yang tidak turun.
-
Identifikasi kebutuhan analgetik, narkotik bagi klien.
-
Identifikasi
kebiasaan penggunaan obat bagi klien.
-
Berikan
obat non opiate (asetaminofen) Cox-2 inhibitor atau insaid jika tidak
kontraindikasi.
-
Berikan
obat analgetik opiate khususnya pada nyeri akut yang hebat secara oral atau
intravena jaringan IM.
-
Diskusikan
dengan klien tentang kecemasan atau ketakutan klien terhadap pengobatan nyeri
seperti overdosis.
-
Saat
memberikan obat analgetik opiate kaji intensitas nyeri, obat ngantuk.
-
Berikan
suplemen opiate sesuai kebutuhan.
-
Jika
klien mampu intoleransi analgetik oral, jangan diberi dengan metode (relaksasi,
distraksi).
-
Jelaskan
efek samping inside terutama bagi lansia.
2.
Cemas
a.
Definisi
Perasaan
gelisah yang tidak jelas dan ketidaknyaman atau ketakutan yang disertai respon
autonom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan
keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya. Sinyal ini merupakan
peringatan adanya ancaman yang akan datang dan memungkinkan individu untuk
mengambil langkah untuk menyetujui terhadap tindakan.
b.
Batasan Karakteristik
1)
Perilaku
-
Produktivitas berkurang
-
Kontak mata yang buruk
-
Gelisah
-
Resah
2)
Affektive
-
Penyesalan
-
Irritable
-
Ketakutan
-
Perasaan tidak adekuat
-
Distress
-
Kekhawatiran, prihatin
3)
Fisiologis
-
Suara gemetar
-
Goyah
-
Respirasi meningkat
-
Nadi meningkat
-
Nyeri abdomen
-
Gangguan tidur
-
Wajah tegang
-
Jantung berdetak kuat
4)
Kognitif
-
Blocking isi pikir
-
Bingung
-
Keasikan
-
Ketakutan
terhadap hal yang tidak jelas
c.
Faktor yang berhubungan :
-
Ancaman
aktual atau yang dirasakan terhadap kegagalan.
d.
NOC (Nursing Outcomes Classification)
-
Mampu mengontrol /mentolerir cemasnya
e.
Kriteria Hasil
Indikator
|
Tidak pernah
|
Jarang
|
Kadang-kadang
|
Sub stansial
|
Ekstensive
|
Klien
tak gelisah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Ekspresi
wajah tak ketakutan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien
lebih tenang
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien
mampu memonitor intensitas dari kecemasan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu menghilangkan penyebab kecemasan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien
mampu mencari informasi untuk mengurangi nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu merencanakan koping strategi untuk
mengatasi stress
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien mampu menggunakan strategi koping yang
efektif
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien
mampu menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien
mampu melaporkan keadekuatan tidur
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Klien
mampu mengontrol kecemasan
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
f.
Rencana Tindakan
-
Identifikasi
level perubahan sikap dan kecemasan klien
-
Bantu klien dalam mengidentifikasi situasi yang
menimbulkan kecemasan
-
Kurangi
level ansietas klien dengan penjelasan prosedur secara garis besar dan tujuan
operasi dengan singkat, mampu dimengerti.
-
Managemen
lingkungan untuk mengurangi kecemasan klien.
-
Bicarakan
dengan tim medis lain untuk melakukan komunikasi yang akrab dengan pasien
sebelum operasi dimulai.
3.
Resiko jatuh
a.
Definisi : Peningkatan kerentanan untuk terjatuh
b.
NOC (Nursing Outcomes Classification)
Resiko untuk jatuh dapat diminimalkan sampai dengan tidak terjadi setelah
dilakukan tindakan keperawatan
c.
Kriteria hasil
Indikator
|
Tidak adekuat
|
Kurang adekuat
|
Agak adekuat
|
Lebih adekuat
|
Adekuat
|
Bila
perlu gunakan restrain
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mencari
bantuan saat aktivitas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mampu
mengontrol agitasi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mengetahui syarat penggunaan alat bantu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mengetahui faktor penghalang untuk mencegah
jatuh
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Mengoreksi
penggunaan alat bantu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menghilangkan sesuatu yang melicinkan permukaan lantai
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Penggunaan tangga
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Penggunaan keset pada kamar mandi
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Menggunakan
prosedur yang aman pada saat beraktivitas
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
d.
NIC (Nursing Intervention Classification)
1)
Pencegahan jatuh
-
Monitor
gaya berjalan keseimbangan dan kelelahan saat ambulasi
-
Bantu klien saat ambulasi
-
Memasang restrain, bila perlu
-
Anjurkan
klien untuk meminta bantuan saat aktivitas
2)
Environment management safety
-
Gunakan
alat – alat proteksi (misalnya : Restrain)
-
Monitor
Lingkungan untuk mengontrol status aktivitas
3)
Surveillance
-
Monitor strategi koping dari pasien dan keluarga
-
Monitor cara tidur klien
-
monitor status nutrisi, bila perlu
-
Monitor perfusi jaringan
-
Monitor oksigenasi
-
Monitor TTV
-
Monitor status neurologist
4.
Resiko Infeksi
a.
Definisi: peningkatan resiko masuknya organisme
pathogen.
b.
Tujuan
Resiko
infeksi pada klien dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
c.
Kriteria Hasil :
Indikator
|
Selalu
|
Sering
|
Kadang-kadang
|
Jarang
|
Tidak pernah
|
a. Menunjukkan
penyebaran infeksi
b. Menunjukkan
penambahan penularan infeksi
c. Menunjukkan
cara mengontrol infeksi
d. Menunjukkan
tanda dan gejala infeksi
e. Menunjukkan
peningkatan resistensi
f. Menunjukkan
perawatan infeksi
g. Menunjukkan
bentuk penularan
h. Menunjukkan faktor penyebab penularan
|
1
1
1
1
1
1
1
1
|
2
2
2
2
2
2
2
2
|
3
3
3
3
3
3
3
3
|
4
4
4
4
4
4
4
4
|
5
5
5
5
5
5
5
5
|
d.
Rencana Tindakan
:
1)
Observasi TTV
2)
Observasi tanda dan gejala infeksi baik lokal dan
sistematik
3) Jaga balutan luka tetap kering dan bersih
4) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang
tanda-tanda infeksi
5) Anjurkan untuk makan makanan yang tinggi
protein
6)
Laksanakan pemberian terapi antibiotik sesuai program
5. PK Perdarahan (Lynda Juall Carpenito,
2001)
a.
Tujuan : meminimalkan/ mencegah terjadinya perdarahan
b.
Kriteria Hasil
-
Urine jenih
-
TTV dalam batas normal
-
Hb dalam batas normal
-
Tidak menunjukkan tanda-tanda perdarahan
c.
Intervensi :
1)
Kaji TTV
2)
Kaji dan monitor perdarahan
3)
Kolaborasi dengan dokter untuk irigasi NaCl dan
pemberian terapi anti perdarahan
4) Kolaborasi dengan dokter untuk
permeriksaan Hb
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geisster, AC, 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih Bahasa : I
Mode Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC.
Diagnosis Keperawatan “NANDA”. Definisi dan Klasifikasi 2001-2002,
Diterjemahkan oleh Mahasiswa PSIK-B FK UGM Angkatan 2002.
Carpenite Lynda Juall, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa :
Monica Ester, Jakarta : EGC, 2001.
Iowa Outcome Project, Nursing Intervention Classification (NIC),
Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996.
Iowa Outcome Project, Nursing Outcomes Classification (NOC),
Second Edition, Mosby, St Louis New York, 1996.
Mansjoer,
Arief, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : EGC, 2000.
Nettina,
Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta : EGC, 2002.
Sjamsuhidayat, R, dan Wim
De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta : EGC, 2002.